Senin, 04 Mei 2020

ABORSI

ABORSI

Makalah Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Fiqh Jinayah Prodi Hukum Keluarga Islam pada Fakultas Syariah dan Hukum Islam IAIN BONE

Oleh
KELOMPOK 12

NURFADILAH
NIM.01.17.1213
FATUR RAHMAN
NIM.01.17.1237


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM ISLAM
INSTITIT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE
2020 

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Aborsi”. Disamping itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga terselesaikanlah makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Aborsi. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
 Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.


Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Aborsi 4
B. Macam-Macam Aborsi 6
C. Hukum Melakukan Aborsi 10
D. Pandangan Ulama tentang Aborsi dan Sanksi Tindak Pidana Aborsi 12
E. Aborsi dalam Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)   22
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 25
B. Saran 26
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hak hidup seseorang dalam Islam sangatlah penting dan yang paling utama dari hak-hak yang lainnya, mengingat semua hak tergantung pada hidupnya seseorang. Al-Qur’an sangat menghargai hak asasi yang  diberikan oleh Allah swt. kepada hambanya, termasuk hak hidup.  Mengambil  hak  hidup seseorang tanpa kesalahan, maka hukumnya telah membunuh seluruh manusia. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa menghilangkan nyawa seseorang tidak diperbolehkan, seperti yang ada dalam QS. al-Maidah/5:32:
                   ••      ••        •        
Terjemahnya:
“Oleh Karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka penulis merumuskan sub pokok masalah sebagai beikut :
1. Apa pengertian dari aborsi?
2. Apa saja macam-macam aborsi?
3. Bagaimana hukum melakukan aborsi?
4. Bagaimna pandangan ulama tentang aborsi dan sanksi tindak pidana aborsi?
5. Bagaimna aborsi dalam perspektif kitab undang-undang hukum pidana (KUHP)?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penulisannya, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari aborsi.
2. Untuk mengetahui macam-macam aborsi.
3. Untuk mengetahui hukum melakukan aborsi.
4. Untuk mengetahui pandangan ulama tentang aborsi dan sanksi tindak pidana aborsi.
5. Untuk mengetahui aborsi dalam perspektif kitab undang-undang hukum pidana (KUHP).


















BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aborsi
Makna gugurnya kandungan menurut ahli fiqih tidak keluar dari makna bahasa, diungkapkan dengan istilah menjatuhkan, membuang, melempar, dan melahirkan dalam keadaan mati.
Aborsi secara kebahasaan berarti keguguran kandungan atau membuang janin.  Sedang makna gugurnya kandungan, menurut para fuqaha tidak keluar jauh dari makna lughowinya, akan tetapi kebanyakan mereka mengungkapkan istilah ini di beberapa tempat dengan istilah arab: isqath  (menjatuhkan), thar (membuang),  ilqa‟  (melempar),  dan imlash (melahirkan dalam keadaan mati).
Sedangkan di dalam hukum pidana Islam, aborsi yang dikenal sebagai suatu tindak pidana atas janin atau pengguguran kandungan terjadi apabila terdapat suatu perbuatan maksiat yang mengakibatkan terpisahnya janin dari ibunya.
Aborsi berasal dari bahasa Inggris, yaitu abortion, yang berarti gugur kandungan atau keguguran. Selanjutnya, istilah aborsi secara etimologi berarti keguguran kandungan, pengguguran kandungan, atau pembuangan janin. Dalam terminology kedokteran, aborsi berarti berhentinya kehamilan sebelum dua puluh delapan minggu. Dalam istilah hukum, aborsi berarti pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum waktunya (sebelum dapat lahir secara alamiah).
Dalam bahasa Arab, aborsi disebut al-ijhaadh atau isqaath al-hamli, yaitu pengguguran janin dalam rahim. Apabila terdapat kalimat ajhadhat al-hamil, artinya alqat waladuha li ghairi tamam (perempuan hamil itu memaksa keluar janinnya yang belum sempurna). Sementara itu, Abdul Qadir Audah mendefinisikan aborsi dengan: “Tindak pidana terhadap jiwa manusia dari satu segi dan bukan jiwa manusia dari segi yang lain”.
Ia menggunakan istilah panjang ini karena janin dilihat dari satu sisi adalah jiwa manusia, tetapi dari sisi lainnya janin belum bisa berpisah dari ibunya dan hidup mandiri.
Aborsi diserap dari bahasa Inggris yaitu abortion yang berasal dari bahasa latin yang berarti pengguguran kandungan atau keguguran.  Namun, aborsi dalam literatur fikih berasal dari bahasa Arab al-ijhahd, merupakan mashdar dari ajhadha atau juga dalam istilah lain bisa disebut dengan isqath al-haml, keduanya mempunyai arti perempuan yang melahirkan secara paksa dalam keadaan belum sempurna penciptaanya. Secara bahasa disebut juga lahirnya janin karena dipaksa atau dengan sendirinya sebelum waktunya. Sedangkan makna gugurnya kandungan, menurut ahli fikih tidak keluar dari makna bahasa, diungkapkan dengan istilah menjatuhkan (isqath), membuang (tharh), melempar (ilqaa’), dan melahirkan dalam keadaan mati (imlaash).
Sementara dalam kamus besar Bahasa Indonesia sendiri aborsi adalah terpencarnya embrio yang tidak mungkin lagi hidup sebelum habis bulan keempat dari kehamilan atau aborsi bisa didenfinisikan pengguran janin atau embrio setelah melebihi masa dua bulan kehamilan.
B. Macam-Macam Aborsi
1. Jenis Aborsi menurut Perspektif Fiqh
Menurut Maria Ulfa dalam bukunya Fiqih Aborsi, aborsi  dapat digolongkan menjadi lima macam diantaranya:
a. Aborsi spontan (al-isqâth al-dzâty)
Janin gugur secara alamiah tanpa adanya pengaruh dari luar atau gugur dengan sendirinya. Kebanyakan aborsi spontan disebabkan oleh kelainan kromosom, hanya sebagian kecil yang  disebabkan  oleh infeksi, kelainan rahim serta kelainan hormon.
b. Aborsi karena darurat atau pengobatan (al- isqath al- dharury/al-  ‘ilajy)
Aborsi karena darurat atau pengobatan, misalnya dilakukan karena indikasi fisik yang mengancam nyawa ibu bila kehamilannya dilanjutkan.
c. Aborsi karena khilaf atau tidak sengaja (khata’)
Aborsi dilakukan karena khilaf atau tidak sengaja, misalnya seorang petugas kepolisian tengah memburu pelaku tindak criminal disuatu tempat yang ramai pengunjung,. Karena takut kehilangan jejak, polisi berusaha menembak penjahat tersebut, tetapi pelurunya nyasar ketubuh ibu hamil.
d. Aborsi yang menyerupai kesengajaan (syibh’ amal)
Aborsi dilakukan karena khilaf atau tidak sengaja, misalnya seorang petugas kepolisian tengah memburu pelaku tindak criminal disuatu tempat yang ramai pengunjung,. Karena takut kehilangan jejak, polisi berusaha menembak penjahat tersebut, tetapi pelurunya nyasar ketubuh ibu hamil.
e. Aborsi sengaja dan terencana (al- ‘amd )
Aborsi dilakukan dengan sengaja dan terencana, misalnya seorang ibu sengaja meminum obat dengan maksud kandungannya gugur, atau ia sengaja menyuruh orang lain (dokter, dukun, dan sebagainya) untuk menggugurkan kandungannya. Aborsi jenis ini dianggap berdosa danm pelakunya dihukum pidana (jinayah) karena melakukan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
2. Jenis Aborsi dalam Dunia Kedokteran
Menurut para ahli medis, ada dua macam aborsi. Pertama, abortus spontaneous, yaitu aborsi yang terjadi secara tidak sengaja. Aborsi ini bisa terjadi karena salah satu pasangan berpenyakit kelamin atau si ibu mengalami kecelakaan. Kedua, abortus provocatus, yaitu aborsi yang terjadi secara sengaja. Aborsi ini terdiri atas dua jenis.
a. Abortus artificialis therapicus, yaitu aborsi yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis. Jika aborsi tidak dilakukan, bisa membahayakan jiwa ibu. Jadi, jiwa ibu akan terancam jika kehamilan terus dipertahankan. Aborsi semacam ini di kalangan ulama disebut al-isqath al-dharuri atau al-isqath al-‘allaji yang berarti aborsi darurat dalam rangka melakukan tindakan medis.
b. Abortus provocatus criminalis, yaitu aborsi yang dilakukan tanpa adanya indikasi medis. Aborsi jenis ini biasanya dilakukan oleh ibu atau pasangan yang tidak menginginkan kehamilan, baik pasangan itu menikah secara resmi maupun tidak. Dikalangan ulama abori macam ini disebut dengan al-isqath al-ikhtiyari yang berarti aborsi yang dilakukan dengan sengaja dan tanpa sebab.
Di sisi lain, CB. Kusmaryanto membagi aborsi menjadi tujuh macam sebagaimana penjelasan berikut.
a. Aborsi miscarriage atau keguguran, yaitu berhentinya kehamilan sebelum bayi bisa hidup di luar kandungan tanpa campur tangan tangan manusia. Kalau berhentinya kehamilan ini terjadi sesudah janin bisa hidup di luar kandungan, disebut kelahiran premature.
b. Aborsi therapeutic (medicinalis), atau aborsi akibat kedaruratan medis, yaitu penghentian kehamilan dengan indikasi medis untuk menyelamatkan nyawa si ibu atau untuk menghindarkan si ibu dari kerusakan fatal pada tubuhnya. Dalam hal ini terjadi konflik yang menyangkut hak berbagai pihak, yaitu hak hidup janin yang ada di dalam kandungan, hak hidup si ibu, dan anak-anak yang lain (kalau sudah punya). Pelaksanaan aborsi ini  bersifat dilematis karena harus memilih.
c. Aborsi kriminalis, yaitu penghentian kehamilan sebelum janin bisa hidup di luar kandungan dengan alas an selain therapheutic dan dilarang oleh hukum. Hal ini tentu tergantung dengan sistem hukum di suatu negara yang tidak selalu sama dengan negara lain. Di beberapa negara, aborsi yang dilakuan sebelum janin berumur tiga bulan tidak dilarang; sedangkan di Indonesia, semua bentuk aborsi kecuali dengan alas an indikasi medis, termasuk aborsi kriminalis.
d. Aborsi eugenetik, yaitu penghentian kehamilan untuk menghindari bayi yang cacat atau memounyai penyakit genetis.
e. Aborsi langsung dan aborsi tak langsung. Aborsi langsung ialah tindakan (intervensi medis) yang tujuannya membunuh janin yang ada di dalam rahim. Sementara itu, aborsi tak langsung ialah tindakan (intervensi medis) yang mengakibatkan aborsi, meskipun aborsi itu sendiri tidak menjadi tujuan dalam tindakan tersebut.
f. Selective abortion, yaitu penghetian kehamilan karena janin yang dikandung tidak memenuhi kriteria yang diinginkan. Aborsi jenis ini biasanya dilakukan oleh wanita yang mengadakan pranataldiagnosis, yaitu diagnosis janin ketika masih ada di dalam kandungan.
g. Partial birth abortion adalah istilah hukum dalam istilah medis dikenal dengan nama intact dilaction and extraction (D&X). cara ini dilakukan dengan memberikan obat-obatan tertentu kepada wanita hamil agar leher rahim terbuka secara premature. Tindakan selanjutnya adalah dokter menggunakan alat khusus untuk memutar posisi bayi sehingga yang keluar terlebih dahulu adalah kakinya. Setelah itu, bayi ditarik keluar, tetapi tidak seluruhnya.kepalanya dibiarkan tetap berada di dalam tubuh si ibu. Ketika kepala bayi masih berada di dalam, dokter menusuk kepalanya dengan alat yang tajam dan menghisap otaknya sehingga bayi itu meninggal. Sesudah bayi itu meninggal, baru dikeluarkan semuanya. Proses macam ini dilakukan untuk menghindari masalah hukum. Kalau bayi tersebut di bunuh sesudah lahir, pelakunya akan dihukum.
C. Hukum Melakukan Aborsi
Pada umumnya hukum aborsi dalam Islam adalah tidak diperbolehkan (haram). Islam menginginkan agar keturunan pengikutnya terus berkembang. Karena ketika sperma dan sel telur telah bercampur sehingga membentuk embrio, maka ini merupakan awal kehidupan, dan aborsi terhadapnya  hukumnya haram dalam Islam. Sebagaimana yang ada dalam firman Allah Q.S. al-Imran/3:156, yang berbunyi:
                                      
Terjemahnya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir (orang-orang munafik) itu, yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila mereka mengadakan  perjalanan di muka bumi atau mereka berperang: Kalau  mereka tetap bersama-sama kita tentulah  mereka tidak mati dan tidak dibunuh. Akibat (dari perkataan dan keyakinan mereka) yang demikian itu, Allah menimbulkan rasa penyesalan yang sangat di dalam  hati mereka. Allah  menghidupkan dan mematikan. dan Allah melihat apa yang kamu kerjakan.”
Apabila seseorang mengambil jalan aborsi dengan alasan takut tidak  bisa membesarkan anaknya karena perekonomian yang kurang atau miskin, aborsi ini dilarang berdasarkan ayat al-Qur’an surah al-Israa’/17:31 yang berbunyi:
          •     
Terjemahnya:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”
Orang mengambil jalan aborsi karena alasan, yang  tidak  semua diterima oleh agama. Perdebatan ahli fikih mengenai aborsi dalam berbagai literatur klasik berkisar hanya pada sebelum terjadinya penyawaan  (qabla  nafkh al-ruh) maksudnya adalah  kehamilan sebelum  adanya  peniupan “roh”  ke dalam janin karena kehamilan sesudah penyawaan (ba’da nafkh al-ruh) semua ulama sepakat melarang kecuali dalam kondisi darurat yang mengancam kehidupan nyawa ibunya. Sesuatu  yang  sifatnya darurat itu dapat membolehkan sesuatu yang diharamkan.
D. Pandangan Ulama tentang Aborsi dan Sanksi Tindak Pidana Aborsi
Perbedaan ahli fiqih mengenai aborsi dalam berbagai literatur klasik berkisar hanya pada sebelum terjadinya penyawaan (qobla nafkh al- ruh) maksudnya adalah kehamilan sebelum adanya peniupan ruh kedalam janin karena kehamilan susudah bernyawa (ba’da nafkh al-ruh) semua ulama sepakat melarang kecuali dalam kondisi darurat yang mengancam kehidupan  nyawa  ibunya.  Para  ulama  dari  madzhab  empat  mempunyai pendapat yang beragam, ada yang membolehkan hingga mengharamkan mutlak, empat madzhab yaitu:
a. Mazhab Syafi’i
Fuqaha Syafi‟iyah berpendapat tentang penyebab pengguguran kandungan yang belum ditiupkan ruh (belum berusia 120 hari), dan hukum aborsi mengarah pada haram. Persoalan Azl tidak termasuk pengguguran kandungan, karena adanya perbedaan antara pengguguran dan Azl. Satu sisi, air mani yang masuk belum berarti disiapkan untuk hidup saja. Lain halnya dengan air mani setelah bersemayam di rahim yang berarti ia telah disiapkan untuk hidup.
Al-Ghazali berpendapat bahwa aborsi adalah tindak pidana yang mutlak haram tanpa melihat apakah sudah ada ruh atau belum. Urutan pertama dari wujud kehidupan itu adalah bertemunya air sperma dalam kandungan dan bercampur dengan ovum perempuan dan itu menimbulkan terjadinya kehidupan, pengguguran itu termasuk pembunuhan. Apabila sudah terjadi segumpal darah dan gumpalan daging itu adalah pembunuhan yang lebih keji dan bila sudah ada ruh lebih keji lagi, dan pembunuhan yang lebih keji adalah setelah kelahiran atau melahirkan.
Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa kehidupan telah dimulai sejak pertemuan antara air sperma dengan ovum di dalam rahim perempuan. Jika telah ditiupkan ruh kepada janin, maka itu merupakan tindak pidana yang sangat keji, setingkat dibawah pembunuhan bayi hidup-hidup.
Ada yang menarik dari pendapat Imam al- Ghozali mengenai keharaman aborsi. Pelenyapan nutfah yang telah bertemu dengan ovum dianalogikan dengan sebuah akad atau perjanjian yang sudah  disepakati. Sperma laki-laki seperti ijab dan ovum perempuan seperti qobul. Jika keduanya bertemu, maka akad tidak boleh dan tidak bisa dibatalkan. Analogi ini termasuk qiyas jalli.  Demikianlah, dalam fuqaha Syafi’iyah sendiri terjadi ikhtilaf, mayoritas mengharamkan aborsi pasca 40 hari usia embrio.
Imam Al-Ghozali salah seorang ulama dari madzhab Syafi’iyah yang terkenal beraliran sufi, beliau sangat tidak menyetujui pelenyapan janin, walaupun baru konsepsi karena menurut hal tersebut tergolong pidana (jinayat) meski kadarnya kecil. ia memberi komentar tentang aborsi dengan sangat menarik ketika dimintai pendapat tentang senggema (azl).
Al-Ghozali mengambarkan perihal konsepsi atau tercampurnya antara sperma dan ovum sebagai sebuah transaksi serah terima (ijab- qobul) yang tidak boleh dirusak “percampuran antara air laki-laki (sperma) dan air perempuan ovum dapat dianologikan seperti transaksi ijab dan qobul (perjanjian serah terimah yang sudah disepakati). Artinya perjanjian itu tidak boleh dirusak, demikian pula pelenyapan hasil konsepsi secara hukum fiqih dilarang dan pelakunya wajib dikenai hukuman.
Menurut Al-Ghozali secara fiqih senggema terputus (azl), tidak ada sanksi hukumnya, tetapi pelenyapan hasil konsepsi ada sanksi pidananya, sebagaimana dalam pernyataan “apabila telah terbentuk segumpal darah (alaqoh), maka membayar konsepsi sebesar 1/3 dari denda sempurna (ghurrah kamilah), bila berbentuk segumpal daging (mudghah), maka membayar konsepsi sebesar 2/3 dan setelah melewai masa penyawaan pelakunya dihukum dengan membayar denda penuh (ghurrah kamilah) jika gugur dalam keadaan meninggal. Tetapi bila sebaliknya pelaku diwajibkan membayar uang tebus penuh (diyat kamilah).
b. Mazhab Hanafi
Sebagian besar dari fuqoha Hanafiyah berpendapat bahwa diperbolehkan sebelum janin terbentuk, tepatnya membolehkan aborsi sebelum peniupan ruh tetapi harus disertai dengan syarat-syarat rasional, maskipun kapan janin terbentuk masih dalam ikhtilaf. Sementara Ali Al-Qomi salah seorang imam madzhab Hanafiyah kenamaan dan sangat terkenal pada zaman beliau memakruhkan aborsi. Menurutnya makruh dalam aborsi lebih condong kepada makna dilarang (haram) dikerjakan, bila dilanggar pelaku dianggap berdosa dan patut diberi hukuman yang setimpal.
Ulama yang membolehkan pilihan aborsi umumnya sependapat bila belum terjadi penyawaan karena dianggap belum ada kehidupan, sehingga bila digugurkan tidak termasuk perbuatan pidana (jinayat), pendapat yang membolehkan aborsi sebelum janin berusia 120 hari adalah ibnu Abidin salah satu pengikut Hanafi, menyatakan: fuqoha madzhab ini memperbolehkan menggugurkan kandungan selama janin masih berbetuk segumpal daging atau segumpal darah dan belum terbentuk anggota badannya. Mereka menetapkan waktu terbentuknya janin sempurna adalah setelah janin berusia 120 hari. Mereka membolehkan sebelum waktu itu, karena janin belum menjadi manusia.
Adapun konsekwensi hukumannya bagi pelaku ada beberapa pandangan menurut At-Thathawi apabila janin yang digigirkan itu dalam fase alaqoh atau mudghah maka pelakunya tidak wajib dikenai denda janin, tetapi cukup dihukum dengan kadar berat ringannya ditentukan oleh hakim (ta’zir) karena dianggap telah merusak sesuatu yang sangat berharga. Menurut Al-Asrusyani pelaku wajib membayar uang kompensasi (ghurrah) bila kehamilan yang digugurkan telah burusia empat bulan tetapi jika kurang dari usia tersebut maka uang kompensasi tidak wajib. Namun menurut Abu Bakar yang dikutip Al- Asrusyani, meskipun janin yang digugurkan baru berupa segumpal daging (mudghah) dan pelakunya tidak perlu didenda, tetapi ia harus bertaubat, memohon ampun kepada Allah atas kecerobohannya hingga merusak calon manusia.
c. Mazhab Hambali
Dalam pandangan jumhur ulama Hanabilah, janin boleh digugurkan selama masih dalam fase segumpal daging (mudghah), karena belum terbentuk anak manusia. Sebagaimana ditegaskan Ibnu Qodamah dalam kitab Al-Mughni: pengguguran terhadap janin yang masih berbentuk mudghah dikenai denda (ghurrah), bila menurut tim spesialis ahli kandungan janin sudah terlibat bentukny, namun apabila baru memasuki tahap pembentukan, dalam hal ini ada dua pendapat, pertama yanag paling sahih adalah pembebasan hukuman ghurrah karena janin belum terbentuk misalnya baru berupa alaqoh, maka pelakunya tidak dikenahi hukuman, dan pendapat kedua ghurrah tetap wajib karena janin yang digugurkan masih sudah memasuki tahap penciptaan anak manusia.
Akan tetapi menurut Qotadah yang dikutib Ibnu Qodamah, beliau pernah berkata: “jika janin berbentuk segumpal darah (alaqoh) maka yang harus dibayarkan adalah 1/3 uang kompensasi (ghurrah), bila berbentuk segumpal daging (mudghah) harus dibayar 2/3 dari uang kompensasi, jika janin sudah berbentuk sempurna atau telah bernyawa maka dikenakan denda lengkap (ghurrah kamilah). Dalam hal ini meskipun yang melakukan aborsi itu adalah ibunya sendiri jika janin sudah terbentuk sempurna maka tetap harus dipertanggung jawabkan, sebagaimana terdapat dalam Al-Qina: “andai kata janin gugur akibat ulah ibunya sendiri, misalnya ia sengaja minum obat-obatan sehingga anak yang dikandungnya menjadi gugur maka ia wajib menggantinya dengan ghurrah, dengan catatan kematian janin tersebut akibat jinayat atau pengaruh obat yang diminum.
Dari paparan pendapat para fuqoha Hanabilah cenderung sebagian besar berpendapat bahwa aborsi diperbolehkan sebelum terjadinya penciptaan yaitu sekitar janin sebelum berusia 40 hari.
Secara umum para pengikut madzhab Hambali membolehkan penguguran kandungan selama dalam fase segumpal daging (mudghah).29 karena belum terbentuk anak manusia.
Dalam memandang hukum aborsi, sebagian fuqaha Hambali yakni bahwa aborsi diperbolehkan sebelum terjadinya penciptaan, yakni sebelum janin berusia 40 hari.
Ibnu Qodamah berpendapat tidak menyatakan secara terus terang dalam menjelaskan penguguran janin sebelum peniupan ruh, baik mengharamkan ataupun membolehkan, akan tetapi kita bisa menilai dari perkataan yang diinginkan tentang diat (denda) janin, bahwa dia mengharamkan penguguran kandungan pada fase mudghah (segumpal darah) atau fase persiapan untuk menerima ruh, yaitu empat puluh hari sebelum peniupan ruh, dengan syarat harus disaksikan oleh para ahli bahwa pada mudghah itu sudah ada bentuk manusia  walaupun sedikit.
d. Mazhab Maliki
Sebagian besar penganut madzhad maliki berpendapat bahwa tidak boleh mengeluarkan air mani yang masuk kedalam rahim, walaupun belum berusia 40 hari. Namum ada juga yang berpendapat bahwa hal itu dihukumi makruh, sedangkan untuk aborsi yang dilakukan setelah di tiupkan ruh, seluruh Malikiyah mengharamkan secara ijma’. Ibnu Rusyd mengeluarkan istihsan, tentang tidak diwajibkan menganti dengan budak bagi yang mengugurkan janin sebelum peniupan ruh. Imam Malik berkata “setiap mudhgah (segumpal daging) atau alaqoh (segumpal darah) yang digugurkan dan diketahui bahwa dia bakal menjadi anak, maka pelakunya harus menganti dengan budak.”
Mayoritas fuqaha Malikiyah berpendapat keras mengenai aborsi, yakni haram sejak tejadinya konsepsi.  Dalam semua Madzhab diluar Fuqaha Malkiyah terdapat ulama yang mengharamkan aborsi secara mutlak. Namun demikian, fiqih selalu mengenal pengecualian. Demikian pula dengan aborsi yang telah diformulasikan para fuqaha diatas berlaku dalam kondisi normal. Dalam pengecualian, para fuqaha memperbolehkan bahkan mewajibkan aborsi, jika terjadi sesuatu yang dianggap “dharurat”. Banyak Al-Qur‟an yang menjadi sandaran hukum hal ini, seperti dalam (Q.S. Al-Baqarah/2:173)
        •               •    
Terjemahnya:
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.Ttetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.”
Dalam pandangan fuqaha, kematian ibu lebih berat dari pada janin, karena ibu adalah induk dari mana janin berasal. Ia sudah memiliki kewajiban dan hak, sementara janin belum. Karena itu ia tidak boleh dikorbankan demi menyelamatkan janin yang eksistensinya belum pasti dan belum memiliki kewajiban.
Tindak pidana atas janin atau pengguguran kandungan yang berakibatkan meninggalnya janin, sebenarnya dapat digolongkan kepada tindak pidana atas jiwa (pembunuhan), karena dilihat dari sisi lain janin walaupun sudah bernyawa, tetapi dia belum manusia hidup mandiri, karena ia masih tersimpan dalam perut ibunya. Adapun yang dimaksud dengan janin adalah setiap sesuatu yang keluar dari rahim seorang perempuan yang diketahui bahwa sesuatu itu adalah anak manusia.
Hukuman untuk pidana atas janin yaitu ghurrah (hamba sahaya) yang nilainya lima ekor unta, karena janin keluar dalam keadaan sudah mati. Sebagaimana hadist Nabi saw : “Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata: Dua Kabilah Huzail barkelahi, kemudian salah seorang diantara keduanya melempar yang lainnya dengan batu, lalu ia membunuhnya dan membunuh bayi (janin) yang ada dalam perutnya. Mereka kemudian mengadukan hal itu kepada Rasululloh SAW. Maka Rasulullah memutuskan, bahwa diat untuk janinnya adalah ghurrah hamba sahaya laki-laki atau perempuan dan Nabi juga memutuskan diyat untuk perempuan 9 Ibunya dibebankan kepada keluarganya (sipembunuh) diwarisi oleh annaknya dan orang yang beserta dia (ahli warisnya)”. (mutafak ‘alaih).
Ghurrah menurut arti asalnya adalah khiyar (pilihan), hamba sahaya disebut ghurrah karena ia harta pilihan. Dalam prakteknya ghurrah ini dinilai dengan lima ekor unta, atau yang sebanding dengan itu, yaitu lima puluh dinar, atau lima ratus dhirhham, atau enam ratus dhirham.
Ghurrah berlaku baik untuk laki-laki maupun janin perempuan. Perhitungannya adalah untuk janin laki-laki, dan untuk janin perempuan sepersepuluh diat laki-laki, dan untuk janin perempuan sepersepuluh diat perempuan. Hasilnya tetap sama lima ekor unta, karena diat perempuan adalah separuh diat laki-laki.
Dari perbedaan pendapat para ahli fiqih yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa Mazhab Hanafi pada umumnya membolehkan, sementara Mazhab Maliki tidak membolehkan sama sekali meskipun baru hanya sebatas konsep, sebaliknya Mazhab Hambali membolehkan aborsi selama janin belum terbentuk sempurna. Sedangkan  Mazhab  Syafi‟i  antara  Ulama‟  satu  dengan  yang  lainnya berbeda pendapat dalam menetapkan batasan usia sebelum pemberian ruh. Namun mengenai sanksi yang diberikan adalah membayar ghurrah.
sedangkan bagi ulama yang mengizinkan aborsi sebagian besar dari madzhab Hanafi dan Syafi‟i yang mempunyai argumen sebagai berikut: pertama, belum tejadi penyawaan, karena belum dianggap belum ada kehidupan. Kedua, selama janin masih dalam bentuk segumpal daging atau segumpal darah dan belum terbentuk anggota badannya. Ketiga, Janin boleh digugurkan selama masih dalam fase segumpal daging, karena belum terbentuk anak manusia. Aborsi boleh dilakukan hanya untuk menyelamatkan nyawa ibunya.
E. Aborsi Dalam Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Sejauh ini persoalan aborsi dalam anggapan sebagian besar dari masyarakat sebagai tindak pidana. Namun dalam hukum positif di Indonesia, tindakan aborsi pada sejumlah kasus tertentu bisa dibenarkan apabila  merupakan indikasi medis (abortus provokatus medicalis) sebagai pengecualiannya. Sedangkan aborsi yang digeneralisasikan sebagai tindak pidana lebih dikenal sebagai abortus provokatus criminalis atau disebut pengguran janin termasuk kejahatan (abortus criminalis).
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia, Negara melarang aborsi dan sanksi hukumnya yang cukup berat. Bahkan hukumannya tidak ditujukan kepada wanita yang bersangkutan, tetapi semua orang yang terlibat dalam kejahatan tersebut dapat  dituntut.  KUHP  menegaskan bahwa segala macam aborsi dilarang dengan tidak ada kekecualiannya. Berikut kita simak pasal-pasal yang berhubungan langsung dengan aborsi, sebagai berikut:
Pasal 299 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh seseorang wanita supaya diobati  dengan  memberitahu  atau menerbitkan pengharapan bahwa oleh karena pengobatan itu dapat  gugur kandungannya, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya empat puluh lima ribu rupiah.
(2) Kalau yang bersalah berbuat karena mencari keuntungan, atau melakukan kejahatan itu sebagai mata pencaharian atau kebiasaan atau kalau ia seorang dokter, bidan atau juru obat, pidana dapat ditambah sepertiganya.
(3) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam  pekerjaannya, maka dapat dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.
Pasal 346 KUHP
“Seorang wanita yang sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu,  diancam  dengan  pidana paling lama empat tahun.”
Pasal 347 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan kandungan  atau mematiikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan  atau  mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349 KUHP
“Jika seorang tabib, dukun beranak atau tukang obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal  347  dan  348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan ia dapat dipecat dari jabatan yang  digunakan  untuk melakukan kejahatan.”
Secara singkat, menurut KUHP, yang dihukum dalam kasus aborsi ini ada berbagai pihak, yaitu:
1. Pelaksanaan aborsi, yaitu tenaga medis atau dukun atau  orang  lain  dengan hukuman maksimal 4 tahun atau 4  tahun  ditambah  sepertiganya dan bisa juga dicabut hak praktiknya.
2. Wanita yang menggugurkan kandungannya,  dengan  hukuman maksimal 4 tahun.
3. Orang-orang yang terlibat secara langsung dan menjadi penyebab terjadinya aborsi itu dihukum dengan hukuman yang bervariasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari materi diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Makna gugurnya kandungan menurut ahli fiqih tidak keluar dari makna bahasa, diungkapkan dengan istilah menjatuhkan, membuang, melempar, dan melahirkan dalam keadaan mati. Aborsi secara kebahasaan berarti keguguran kandungan atau membuang janin.
2. Beberapa macam-macam aborsi, diantaranya:
a. Jenis Aborsi menurut Perspektif Fiqh
1) Aborsi spontan (al-isqâth al-dzâty)
2) Aborsi karena darurat atau pengobatan (al- isqath al- dharury/al-  ‘ilajy)
3) Aborsi karena khilaf atau tidak sengaja (khata’)
4) Aborsi yang menyerupai kesengajaan (syibh’ amal)
5) Aborsi sengaja dan terencana (al- ‘amd )
b. Jenis Aborsi dalam Dunia Kedokteran
1) Abortus artificialis therapicus
2) Abortus provocatus criminalis
3. Hukum melakukan aborsi, pada umumnya hukum aborsi dalam Islam adalah tidak diperbolehkan (haram). Islam menginginkan agar keturunan pengikutnya terus berkembang. Karena ketika sperma dan sel telur telah bercampur sehingga membentuk embrio, maka ini merupakan awal kehidupan, dan aborsi terhadapnya  hukumnya haram dalam Islam.
4. Pandangan ulama tentang aborsi dan sanksi tindak pidana aborsi yakni para  ulama  dari  madzhab  empat  mempunyai pendapat yang beragam, ada yang membolehkan hingga mengharamkan mutlak, (seperti yang dipaparkan dalam isi makalah diatas).
5. Aborsi dalam Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dalam pasal 299, pasal 346, pasal 347, pasal 348, dan pasal 349.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat,  kami sangat mengharap kritik dan saran yang membangun agar dapat menjadi sumber rujukan, sehingga dalam penulisan makalah kami lebih baik di masa mendatang. Semoga makalah ini dapat bermamfaat bagi kita semua.










DAFTAR PUSTAKA
Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004)
Al--Musayyar, Sayid Ahmad, Islam Berbicara Soal Seks, Percintaan, Dan Rumah Tangga, (Cairo : PT. Gelora Aksara Pratama, 2008)
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT Syamil Cipta Media, 2005)
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa (Indonesia), Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Gramedia Pustaka Utama, 2008)
Hafiz Dasuki, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997)
M. Nu’aim Yasin, Kedokteran, (Jakarta : Pustaka Al –kautsar, 2001)
Maria Ulfah Anshor. Fikih Aborsi Wacana Penguatan Hak Reproduksi Perempuan, (Jakarta: Kompas, 2006)
Maria Ulfa Anshor, Fiqih Aborsi, (Jakarta : Buku Kompas, 2006)
Totok Jomantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Uhul fiqih, (Jakarta: Amazah, 2005)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERMASALAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

PERMASALAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas p...